Skip to main content

Diary of My First Travelling : Dare to Go Far Away (Day 2)

Jumat, 15/01/2016

     Hari kedua saya, Ade dan Dani mulai mempunyai keberanian untuk berkeliling lebih jauh lagi. (Mau tidak mau harus berani sih soalnya kita travellingnya tanpa guide :D ). Kali ini tujuan kita adalah Batu Caves. Bermodalkan peta saku yang dapat dibawa kemana-mana dan tentunya searching di om google untuk info lebih detailnya lagi. Berhubung kita travellingnya ala backpacker yang low cost gitu, jadi kita carinya selalu yang gratisan hehehe. Untung saja ada jalur bus Go KL yang dapat mengantarkan kami ke stasiun komuter menuju ke Batu Caves FREE.

     Jadi, untuk sampai di Batu Caves itu kita harus naik bus Go KL Red Line dan menuju ke Pasar Seni. Halte Pasar Seni ini merupakan halte persinggahan. Jadi, penumpang yang menuju ke Pasar Seni adalah penumpang terakhir, walaupun masih ada penumpang yang ingin melanjutkan perjalanan, harus turun dulu sambil menunggu supir bus selesai beristirahat.

      Sesampainya di Pasar Seni, ternyata kita tidak tiba langsung di stasiun komuter yang dituju. Kita harus berjalan kaki lagi sekitar 300 meter dari Halte Pasar Seni. Berhubung ini adalah kali pertama kita berkunjung di tempat itu, yaa kita kebingungan deh disana. Tapi, jangan lupa kunci utamanya adalah BERTANYA lagi. Setelah bertanya sana sini sampe bertanya berkali-kali, tibalah kita di mesin pembelian tiket, jadi beli tiketnya itu kayak di ATM, tinggal pilih tujuan kita dan masukkan uang sejumlah yang tarif yang tertera. Saat mengecek tujuan kita ke Batu Caves hingga berkali-kali, kita tidak menemukan kata Batu Caves, eh untung ada ma’ci yang membantu kita kalau ke Batu Caves itu harus berjalan lagi menuju stasiun selanjutnya. 
     Akhirnya kita berjalan lagi dan Alhamdulillah menemukan loket pembelian tiket menuju Batu Caves. Loket ini berbeda dengan yang tadi. Kalo di sini, loketnya manual, ada karyawannya jadi kita tinggal pesan tiket mau kemana dan menyebutkan jumlah tiket yang ingin dipesan. Untung saja, kita belum terlewat jadwal komuter ke Batu Caves, mungkin hanya 10 menitlah kita menunggu di Stasiun hingga komuternya tiba.Harga tiket komuter dari Pasar Seni ke Batu Caves itu RM 2.5 /orang dengan melewati lima stasiun. Kira-kira perjalanan selama berada di komuter sekitar 15 menit. 



Saat di komuter, sebenarnya pintu masuk kita di komuter ini  untuk perempuan saja, tapi entah kenapa cowok juga ada, padahal sudah ada tulisannya "Wanita sahaja"

     Saat tiba di Batu Caves, aroma hindi sudah mulai tercium mulai dari jualan barang-barang india seperti gelang, kalung, makanan khas india hingga jasa pembuatan hyena :) . Masuk ke Batu Caves juga free tidak bayar sepeserpun. Ada banyak patung-patung dewa yang terpampang, entah apa nama dewanya. Kalau yang sering nonton sinetron-sinetron India di ANTV nih pasti tau. Batu Caves memberikan kita suasana Hindi yang sangat kental. tempat beribadah orang Hindu, patung dewa, makanan khas India, aroma-aroma India yang sangat khas membuat kita melupakan Malaysia. Di pusat keramaian, ada banyak burung merpati beterbangan. Jadi kayak ala-ala berada di Eropa hehehe. Untuk menarik perhatian si burung itu, saya membeli makanan burung seharga RM 2/ bungkus. Jadilah kita berpose ala-ala sambil menebar makanan burung hingga merpati itu datang menghampiri kita. Oiya, ada satu pengalaman unik. Tiba-tiba ada satu orang ibu-ibu dari Tiongkok yang ingin berfoto dengan Ade. Ibu itu tidak tau berbasa Inggris jadi kita pake bahasa tubuh saja untuk berkomunikasi. Setelah ade berfoto dengan ibu tadi, eh ibu yang satunya lagi malah minta berfoto sama saya hehehe. Mungkin karena kita berhijab kali yaaa. Saya sangat penasaran kenapa ibu itu minta foto sama kita tapi sayangnya mereka tidak tau bahsa Inggris, bahkan tanya asal daerahnya saja susah. Serasa artis dah kitaa :D


Ade dan  ibu tiongkok yang meminta untuk berfoto. Sayangnya, saya tidak sempat mengabadikan foto dengan ibu yang satunya yang ingin berfoto dengan saya

     Tak terasa kita berada di Batu Caves hingga siang hari dan telah menunjukkan waktu sholat Dzuhur. Rencana kita mau sholat Dzuhur disana, tapi lucunya saat kita bertanya ada musholla di sekitaran sini eh satpamnya malah berkata “mana ada musholla sekitar sini” heheh. Iya sih, salah tempat kita kalau bertanya musholla di tempat yang suasanya berbau Hindu. Yaa, alhasil kita balik lagi naik komuter dan menuju ke KL Sentral. KL Sentral adalah tempat pertemuan semua transportasi di Kuala Lumpur, mulai dari Komuter, MRT, Go KL, Bis, Terminal menuju bandara juga ada. Jadi kalau bingung mau naik apa kita bisa ke KL Sentral saja. Terminal pusat ini juga bersambungan dengan pusat perbelanjaan jadi kalau misalnya kita menuggu lama, tenang saja ada tempat perbelanjaan yang membuat kita tidak bosan untuk menunggu.
Suasana KL Sentral

      Waktu itu, cuaca kurang bersahabat, Kuala Lumpur sedang diguyur hujan lebat, terpaksa kita menunggu di terminal. Perut kami juga mulai keroncongan dan ternyata ada KFC di depan mata. Tidak muluk-muluklah, kita makan siang di KFC. Kami bertiga memesan di kasir berbeda dan ternyata pesanan kami sama semua yaitu Loaded Potato Bowl, nama sederhanya bubur kentang. Rasanya tidak usah ditanya lagi, bikin kita mau mu*tah, sumpaaah. Padahal saya lagi lapar-laparnya waktu itu, tapi apa aja disantap deh dan rasanya boros kalau harus pesan makanan lagi (resiko jadi backpacker).
Ini dia Loaded Potato Bowl yang fenomenal itu hehehe

      Hujan tak kunjung reda, kita menuggu hingga sorean. Kita pulang menggunakan Go KL red line lagi. Saat perjalanan pulang ini, jalanan macet banget, sama kayak di Makassar sih kalau jam pulang kantor jadi macet parah.
     Untungnya hotel kita berada di tengah-tengah kota, jadi waktu itu kita tibanya malam hari di Bukit Bintang masih ramai. Mumpung ada di KL nih jadi keliling lah kita di Bukit Bintang. Ada banyak mall yang berjejeran. Makin malam juga pengunjung makin ramai. Wajah-wajah yang berlalu lalang juga malahan lebih banyak pendatang daripada wajah melayu. Jadi yaa nggak takut lah kita pulang malam, soalnya juga aman dan jarak ke hotel juga tidak sampai sekilo dari Bukit Bintang.
     Karena sampai malam hujannya juga nggak reda-reda, eh kebetulan liat penjual payung transparan, harganya lumayan lah cuman RM 5 tapi kita harus pintar menawar dulu. Kalau nggak yaa dapat mahal juga harganya. Setelah dari Bukit Bintang, kita singgah dulu makan malam di dekat hotel. Di sekitaran hotel itu berjejeran tempat makan murah meriah. Nggak mau terkecoh lagi dengan nama yang aneh-aneh jadi yaa aku pesannya nasi aja sama minuman milo, lumayan perut terisi makanan juga enak masuk tenggorokan.  After that, kita pulaang dan beristirahat dengan nyenyak. 

Ini masih hari kedua looh, masih ada empat episode lagi, tunggu penulisnya mood menulis duluu :D

Check this out for other days
Diary of My First Travelling : No Guide No Worry (Day 1)
Diary of My First Travelling : Sparkling of Kuala Lumpur (Day 3)
Diary of My First Travelling : Move and Take a Walk (Day 4)
Diary of My First Travelling : The Last Days

Comments

Popular posts from this blog

(Resensi) Novel Senja & Pagi - Alffy Rev & Linka Angelia

Cover buku 'Senja & Pagi' Penulis                        : Alffy Rev & Linka Angelia Penerbit                       : Loveable x Bhumi Anoma Penyunting                  : Dana Sudartoyo Pendesain Sampul       : Adji Waseso & Wirawinata Penata Letak                : DewickeyR Ukuran                         : 13 x 19 cm Jumlah Halaman          : 200 halaman Jilid                              : soft cover ISBN                 ...

RESENSI BUKU "REACH YOUR DREAMS" WIRDA MANSUR

Allah Dulu, Allah Lagi, Allah Terus Keluarga Tak Akan Pernah Tergantikan When Someone Hates You  How to be a good teenager Raih Dunia Lewat Alquran  Beberapa poin di atas adalah gambaran isi dari buku penulis Wirda Mansur ini. Bagaimana seorang remaja  yang dimasa kecilnya justru memutuskan untuk tidak melanjutkan bangku sekolah di tingkat SMP. Wirda berkeyakinan untuk menjadi seorang penghafal Qur'an di usia dini. Namun, siapa yang menyangka bahwa awal mula Wirda memutuskan untuk berhenti sekolah sebenarnya adalah karena mata kuliah matematika yang sangat menyusahkan. Wirda berkeyakinan bahwa hal tersebut adalah keputusan yang tepat. If there is a dream, there is a life. Lewat buku ini, Wirda berbagi semangat kepada pembaca untuk selalu percaya bahwa akan ada selalu jalan untuk impian, bahwa jalan impian tidak harus selalu mahal. Bahkan GRATIS! "Raih Dunia lewat Alquran". Itu prinspnya.

Diary of My First Travelling : Move and Take a Walk (Day 4)

Vihara yang dikunjungi Sabtu, 17/01/2016 Pada hari keempat ini , kita mulai untuk bergegas pindah ke hotel lain. Alasannya yaa cuman mau dapat suasana baru saja trus cari yang lebih murah juga hahaha. Beberapa hari sebelumnya sebenarnya kita sudah mencari lokasi penginapan murah di sekitar bukit bintang. Dan yaa, kita dapat tempat yang murah dan lokasinya strategis. Tenang saja, ada banyak penginapan di daerah Bukit Bintang. Tinggal di sesuaikan saja dengan kantong kita . Tipsnya: ada banyak penginapan-penginapan yang tak terlihat di pinggir jalan . Ada yg letaknya dilantai dua/tiga dan tidak tampak dari luar karena lantai dasar dijadikan sebagai tempat jualan/ warung makan. Itupun , tangga naiknya keciiil sekaliii , mungkin lebarnya hanya cukup satu orang . Ada banyak pokoknya yang seperti itu, jadi mata harus jeli soalnya biasa hanya tampak dari kertas selembaran yang tertempel di dinding bahwa ada penginapan di lantai atas. Alhasil kita menemukan hotel yang ...